Berita 28 Agu 2019

One Hundred Ports 2019: Tanjung Perak Naik Ke Posisi 43

Peningkatan pada arus peti kemas domestik dan internasional mendorong pelabuhan terbesar di Kawasan Timur Indonesia tersebut meng-handle lebih dari 3,8 juta TEUs pada 2018. Tiga terminal yang dikelola anak perusahaan Pelindo III menunjukkan hasil kinerja yang baik. Arus peti kemas Terminal Petikemas Surabaya (TPS) mencapai 1,4 juta TEUs atau tumbuh 11 persen year on year (yoy). Terminal Berlian yang dikelola oleh BJTI Port mencapai 1,2 juta TEUs atau tumbuh 12 persen yoy. Kemudian Terminal Teluk Lamong (TTL) mencapai 636 ribu TEUs atau melonjak 29 persen yoy.

Untuk Asia, selain Singapura dan Busan, peningkatan signifikan dicapai oleh pelabuhan di Ho Chi Minh City (16,4 persen) dan Cai Mep (7 persen), di Vietnam; Pelabuhan Chittagong di Bangladesh (8,9 persen); serta pelabuhan di Indonesia, Tanjung Priok (12,7 persen) dan Tanjung Perak (8,8 persen).

Analis Linton Nightingale, pada Lloyd’s List menuliskan bahwa optimisme pasar pelabuhan peti kemas menghadapi sejumlah kekhawatiran, seperti ketidakpastian geopolitik, tren perdagangan dalam regional, serta isu lingkungan. Karenanya konsultan pelayaran global, Drewry, menurunkan proyeksi arus peti kemas global pada 2019 dari semula 3,9 persen menjadi lebih konservatif di 3 persen.

Kekhawatiran geopolitik di antaranya yaitu terkait Brexit dan sanksinya, kemudian eskalasi ketegangan di Rusia, Iran, kawasan Timur Tengah, dan semenanjung Korea. Untuk perdagangan regional ialah tentang kebijakan proteksionis seperti Tiongkok yang merelokasi produksinya ke luar negeri itu. Untungnya perang dagang AS-Tiongkok sedang dihentikan sementara. Dari isu lingkungan, aturan penggunaan bahan bakar rendah karbon. Para pemilik kapal memprediksi hal ini mungkin akan dibebankan ke dalam biaya pengemasan beberapa produk, sehingga dapat mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli.

Sementara itu analis, James Baker, mengangkat isu tentang para operator pelayaran yang mendesak adanya besaran tarif dan harga bahan bakar yang lebih pasti, di tengah ketidakpastian pasar seperti sekarang ini. Beberapa faktor penyebab naikturunnya bisnis peti kemas yaitu melonjaknya harga bahan bakar secara signifikan pada awal 2018 dan perang dagang AS-Tiongkok.

Tahun lalu juga merupakan tahun yang terburuk dalam 8 tahun terakhir dari sisi reliabilitas jadwal, menurut SeaIntelligence. Salah satunya karena 75 persen layanan yang diberikan oleh 16 pelayaran utama baru tiba sehari di belakang jadwal seharusnya. Akhirnya perusahaan pelayaran mengurangi jumlah pelabuhan sandar dan meningkatkan layanan direct call atau port-to-port. (Disarikan dari Lloyd’s List oleh Hafidz Novalsyah).

Kembali